Rabu, 12 Januari 2011

Absurditas Pluralisme Agama



Oleh: Muhammad Azzam
  (Mahasiswa Akidah Filsafat Prodi Pemikiran Politik Islam UIN Syahid Jakarta)

            Pluralisme agama merupakan tren baru dalam khazanah pemikiran filsafat dan politik kontemporer. Layaknya ide-ide yang ada, pluralisme menawarkan banyak harapan yang secara umum bertujuan agar tercipta dunia yang lebih beradab. Konflik – konflik yang terjadi dewasa ini diakibatkan oleh tidak adanya toleransi diantara pemeluk agama-agama. Hilangnya toleransi berakar dari eksklusivitas dogma agama-agama tradisional. Dalam hal ini, pluralisme hadir menawarkan alternatif solusi yang dianggap mampu menyelesaikan persolan ini.
            Agama dalam pandangan konvensional memiliki doktrin-doktrin yang masing-masing berbeda. Agama memiliki seperangkat aturan spiritual, etika, norma, konsep teologis, bahkan wilayah ideologi yang beragam. Masing-masing bersifat eksklusif dan fanatik.
            Agama dalam pandangan pluralis berbeda dalam tataran eksoteris (luaran) tetapi bertemu pada tataran esoteris (substansi). Perangkat spiritual , doktrin teologis, etika, hukum-hukum yang ada dalam suatu agama diinstitusionalisasikan dalam ruang sejarah tertentu. Sehingga itu merupakan persepsi individu para nabi setiap agama terhadap hakikat Tuhan dan segenap aspek teologis. Sejarah yang ditempati manusia  menyebabkan agama dipersepsikan secara subjektif sehingga muncullah agama dalam bentuk yang beragam. Kebenaran agama pada level luaran ini bersifat relatif. Pada tataran ini agama-agama berbeda, ini dikenal dengan aspek eksoteris.
Tuhan sebagai esensi adalah tuhan yang dipersefsikan pada level esoteris, dan ini, dalam pandangan Frithjof Schuon melintasi batas-batas agama. Manusia pada level ini akan menemukan jati diri yang sesungguhnya. Sebab pandangan esoterisme mengenyampingkan ego manusia yang kemudian menggantikannya dengan ego yang diwarnai dengan nilai-nilai ketuhanan. Meskipun agama–agama tersebut berbeda pada level eksoteris namun menuju satu titik  yaitu hakikat tuhan yang sesungguhnya.  Pada level inilah manusia sama.
            Gagasan ini tidak sesuai dengan realitas agama-agama yang ada. Karena agama-agama ini memiliki doktrin  yang berbeda. Dan aspek esoteris sebenarnya tidak lepas dari aspek eksoteris.
 Menurut Islam manusia bisa menuju hakikat kebenaran apabila menjalankan segenap aturan yang ada pada level eksoteris. Manusia tidak akan pernah bisa sampai kepada tuhan jika cara yang dilakukan hanyalah spekulasi spiritual semata.

Serangan Pluralisme Terhadap Truth Claim (klaim kebenaran)
Truth claim pada masing-masing agama dianggap sebagai penyebab lahirnya sikap intoleransi. Sikap intoleransi ini berlanjut menjadi konfik yang sangat mengerikan yang pernah ada. Benarkah demikian duduk perkaranya ?.
Sesungguhnya truth claim yang ada pada agama-agama tidaklah otomatis menyebabkan konflik sebagaimana yang dipersepsikan oleh para pluralis. Klaim kebenaran lebih merupakan hak setiap individu manusia. Itu semua merupakan sesuatu yang wajar. Seseorang dengan informasi yang diserap dari berbagai realita yang mengelilinginya memungkinkan lahirnya perbedaan persepsi terhadap segenap wujud. Perbedaan inilah yang melahirkan keyakinan yang berbeda. Keragaman  agama, ideologi, dan berbagai khazanah pemikiran menunjukkan hal itu. Ini realitas yang tidak bisa kita nafikan.
Keimanan seseorang terhadap agamanya tidaklah otomatis memaksa seseorang untuk memaksakan keyakinannya terhadap pihak lain. Keyakinan ini bersifat personal- individual, masing-masing agama mengajarkan toleransi terhadap pemeluk agama lainnya dalam ruang lingkup agama. Agama-agama yang ada kecuali Islam, tidaklah memiliki karakter ideologis. Yang ada hanyalah sekumpulan konsepsi teologis ditambah seperangkat prosesi ritual serta etika sosial yang masih bersifat umum.agama-agama diluar Islam tidak memiliki konsep sistemik pilar dalam mengkonstruk tatanan masyarakat. Tidak dikenal adanya sistem ekonomi Nasrani, hukum positif Budha atau   sistem politik  dan pemerintahan Yahudi, dimana Islam memiliki khazanah dalam aspek-aspek tersebut. Ini semua menuntut agama-agama selain Islam mengambil ideologi tertentu untuk mengatur tatanan kehidupan, Baik itu Sosialisme-komunisme, Kapitalisme, atau Islam. Islam termasuk dalam salah satu deretan ideologi dunia. Islam memiliki konsep spiritual sekaligus politik, Islam berbicara agama dan juga negara, Islam mengatur persoalan personal maupun tatanan komunal. Intinya Islam bukan hanya agama tetapi juga mencakup ideologi. Kesimpulannya,  agama-agama dengan karakter hanya sebagai agama bisa  hidup dalam medium Kapitalisme, Sosialisme dan Islam.
Ada sebagian kalangan yang mempermasalahkan karakter misi yang dimiliki oleh sebagian agama. Karakter misi yang dimiliki oleh sebagian agama menjadi ajang untuk mempromosikan konsepsi agamanya kepada pihak lainnya. Tidak ada pemaksaan dalam menjalankan aktivitas dakwah ini, jika terjadi pemaksaan, itu merupakan penyimpangan dari ajaran agama itu sendiri. Disini untuk keskian kalinya argumen pluralisme terbantahkan

Pluralisme Menciptakan Teror Bagi Agama
Konfilik-konflik yang melanda dunia dewasa ini diakibatkan oleh perbedaan doktrin teologis dari masing-masing agama yang sebenarnya berhakikat sama. Sensitifitas manusia terhadap isu-isu agama menjadi tumpul karena doktrin apapun yang bersifat ekslusif dari masing-masing agama diruntuhkan, truth claim yang identik dengan keberadaan agama diserang dengan senjata rasional murni. Itu semua ditujukan agar agama tidak lagi dibalut oleh sikap fanatisme, egoisme dan bentuk-bentuk intoleransi lainya . Pluralisme datang membawa harapan akan tertuntaskannya konnflik-konflik atas nama agama yang banyak menimpa dunia dewasa ini maupun yang telah berlalu dalam sejarah. Pertanyaannya: benarkah pluralisme mampu menyelesaikan persoalan tersebut atau malah justru membawa masalah baru  ?
Alih-alih menjadi solusi terhadap konflik yang terjadi, pluralisme ternyata masalah menambah persoalan baru. Konstruk teologi yang digagas oleh kalangan pluralis berujung pada penginstitusionalisasian agama baru. Pada saat inilah penganut paham ini mengumandangkan truth claim baru dalam format relativisme kebenaran dan spekulasi spiritual. Dua pilar ini berujung pada kesimpulan bahwa agama-agama berada pada posisi setara, selanjutnya dengan langkah radikal paham ini menuju pada persepsi bahwa semua agama itu sama, semuanya benar sehingga tidak perlu ada polemik seputar kebenaran.
Pluralisme ternyata menjadi teror baru bagi agama-agama tradisional. Ini terjadi setelah paham ini melontarkan serangan terhadap kemapanan teologi agama-agama tradisional. Serangan ini penuh dengan stigma, pendiskreditan dan berbagai bentuk prasangka yang berlebihan. Nah pada titik ini seorang pluralis membuka front pertentangan dengan penganut agama tradisional baik pada tataran filosofis maupun pada tataran aksi (politis). Kasus tuntutan pembubaran FPI, HTI dan MMI yang diusung kalangan pluralis beberapa waktu yang lalu, jelas, menunjukkan hal itu. Kalangan pluralis bersatu membentuk aliansi Garda Bangsa untuk menghadang kekuatan ormas-ormas Islam. Terbentuknya sikap fanatisme pada kalangan pluralis yang kemudian melahirkan teror terhadap ormas-ormas islam membuktikan gagalnya doktin pluralisme agama dalam mencapai visi perjuangan nya.

Truth Claim Tidak Memiliki Hubungan Dengan Konflik
Konflik-konflik yang terjadi bukanlah disebabkan truth claim yang ada pada masing-masing agama, akan tetapi konflik yang terjadi sesungguhnya lebih disebabkan oleh pertentangan ideologi, nah disinilah agama dijadikan tameng. Kasus konflik antara Barat dengan dunia Islam bukanlah pertarungan antara Kristen dengan Islam akan tetapi antara ideologi Kapitalisme dengan pengemban ideologi Islam atau penjajahan imperium Kapitalisme global terhadap umat manusia. Realita yang terjadi adalah bahwa pengemban ideologi Kapitalisme mengasosiasikan dirinya ke dalam salah satu agama, sehingga mereka berlindung dibalik tabir agama Kristen. Di sinilah para kapitalis menjalankan misi eksploitatif penjajahannya. Inilah yang mengacaukan pemahaman. Kristen dipolitisasi, karena memang ajaran agama merupakan isu sensitif untuk membangkitkan pertentangan, ketegangan, bahkan konflik. Maka yang  bertanggung jawab bukan agama tetapi ideologi. Perlu diingat individu  diluar islam mengalami split personality  disatu sisi agama menuntut menyebar cinta kasih disi lain kapitalisme dengan watak eksploitatif  membimbing ekspresi diri begitu juga dengan sosialisme. Hanya islam yang mampu menegakkan spremasi keadilan universal.

Kritik Islam Terhadap Pluralisme
Persepsi ini tidak akan pernah diterima oleh agama-agama tradisional khususnya Islam. Islam sejak awal telah mengkritik agama-agama sebelumnya dari kalangan ahlu al kitab. Islam memandang bahwa agama –agama tersebut tidak lagi autentik, pesan tuhan telah tercampur dengan berbagai corak kreasi akal manusia melalui tangan musuh tuhan  sekaligus musuh kebenaran. Pergeseran itu terlajadi dalam perjalanan sejarah. Hal ini diungkapkan didalam banyak ayat al-Qur’an dan hadis Rasulullah SAW.
Argumen diatas diperkuat oleh kenyataan sejarah yang menunjukkan hal yang sama. Banyak kritikan yang dilontarkan oleh teolog Kristen dan Yahudi sendiri terhadap doktrin teologi agama mereka. Banyak diantara mereka yang sampai pada kesimpulan bahwa agama nya  terinstitusionalisasikan menuju pematangn teologi didalam roda sejarah. Berbagai kritikan itu mendorong seorang teolog Kristen untuk menamakan bukunya dengan judul Who Wrote the Bible ?.  Ini semua menggambarkan adanya problem teologis yang sangat serius. Petaka sejarah ini juga menimpa banyak agama disamping kenyataan bahwa agama-agama tersebut hanyalah kreasi akal dan spekulasi teologis pembawa ajarannya semata.

Pluralisme Sebagai Agama Baru
Pluralisme agama mencari justifikasinya didalam ajaran agama-agama tradisional dengan persepsi bahwa agama-agama berbeda berbeda dalam bentuk luaran namun menuju pada titik yang sama pada level esoteris. Akan tetapi paham pluralisme agama senyatanya meruntuhkan bangunan  konsepsi agama agama tradisi sambil mengkonstruk bangunan teologi baru yang dianggap lebih adil dan rasional.

Pertarungan Ideologi
Ideologi berwatak ekslusif dan konfrontatif. Ideologi tidak dapat diterapkan secara bersamaan dalam suatu wilayah. Kapitalisme tidak bisa menerima kehadiran Islam, begitu juga sebaliknya. Sekedar untuk menggunakan jilbab saja sudah dilarang, apalagi menerapkan hudûd (sistem persangsian dalam Islam). Pelarangan penggunaan simbol-simbol agama di beberapa negara Eropa dilakuakan untuk menjamin berlangsungnya sekulerisasi. Tuduhan teroris yang dilekatkan kepada gerkan-gerakan Islam, kudeta militer yang didukung dunia Barat terhadap FIS Aljazair, sangsi ekonomi terhadap HAMAS, pelarangan aktivitas gerakan-gerkan Islam oleh rezim negara-negara Arab, dukungan politik terhadap Israel dan sederet persoalan lainnya menunjukkan pertarungan idiologi secara nyata.

Baca Selengkapnya...
READ MORE - Absurditas Pluralisme Agama